Wednesday 23 December 2009

Analisis Tokoh Pada Wacana Media

Wakil Wali Kota Medan Dituntut 5 Tahun

Citra buruk kembali mencoreng nama Indonesia. Wakil wali kota Medan terbukti melakukan mal praktek korupsi dengan Abdillah (wali kota Medan) itu sendiri, selasa (16/9) di kejagung Jakarta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal yang paling ironis, mengapa pada harian surat kabar SINDO hanya wakil wali kota yang dituntut dan dijatuhi hukuman ? sementara jelas terbukti wali kota pun ikut terlibat dalam penyalahgunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) senilai Rp 50,58 miliar beserta pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) senilai Rp 3,6 miliar?

Betapa buruknya citra bangsa Indonesia, karena akhir-akhir ini banyak terbukti para pejabat dan birokrasi kenegaraan melakukan praktek korupsi oleh KPK. Lepas dari kepentingan politik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menghadapi pemilu nanti, yang jelas kerugian yang ditimbulkan oleh Ramli Lubis terhadap negara selaku pejabat wakil wali kota Medan telah melakukan tindakan korupsi dengan wali kotanya Abdillah selama 4 tahun terhitung sejak Juli 2002 hingga Desember 2006 senilai Rp 3,6 miliar.

Penggelapan dan penyalahgunaan dana tersebut antara lain anggaran APBD senilai Rp 50,58 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi oleh wakil dan wali kota Medan diantaranya untuk : keperluan menjamu tamu, pembelian telepon seluler, lampu kristal, tiket pesawat dan keperluan keluarga lainnya, jelas tidak ada kepentingan dengan jabatan yang disandang mereka. Semua tindakannya itu ditutupi dengan pengadaan proposal dan kwitansi fiktif. Anehnya Ramli Lubis beserta kuasa penasehatnya mengajukan pembelaan sidang. Akhirnya majelis hakim pun menunda sidang hingga Senin (22/9) pekan depan dengan agenda pembacaan pleidoi.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa wali kota Abdillah tidak dikenakan denda dan hukuman penjara seperti wakilnya Ramli Lubis. Hal yang paling ironis, mengapa pada harian surat kabar SINDO hanya wakil wali kota yang dituntut dan dijatuhi hukuman ? sepertinya kasus ini hampir ada kesamaan dengan jaksa Urip yang memanipulasi majlis persidangan dengan terdakwa Artalita Suryani. Seharusnya keduanya dikenakan denda dan hukuman penjara sesuai dengan peraturan perundangan yang ada UU 20/2001/ jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Hal ini jika terus-terusan terjadi maka akan berpengaruh terhadap para investor asing yang enggan menanamkan modal/sahamnya ke Indonesia, karena krisis yang sudah melanda Indonesia cukup multi kompleks, termasuk di dalamnya adalah krisis kepercayaan. Jika investor tidak menanamkan modalnya maka perekonomian Indonesia dapat melemah bahkan jatuh. Tentu korban utamanya adalah mereka masyarakat miskin.

Tampaknya selama ini penyelesaian kasus korupsi dari pemerintah pusat hanya sebatas gertakan belaka bagi koruptor, mengganti dan mencopot para pelakunya yang sudah dilakukan oleh persiden SBY sepenuhnya belum dikatakan berhasil, karena terbukti mereka para koruptor semakin berani melakukan korupsi. Kata pepatah “Hilang satu tumbuh seribu” jika diibaratkan bagaikan anak kecil yang menyusu pada ibunya semakin dibiarkan maka semakain terus-menerus sebelum akhirnya disapih (red-B.jawa). Begitulah deskripsi dari korupsi.

Nampaknya peningkatan pengawasan terutama terkait finansial harus diperketat, agar tidak terjadi praktek korupsi di negeri tercinta ini. Pengawasan bukanlah tugas tim KPK atau pun pemerintah semata, namun hal tersebut merupakan tugas kita bersama. Dengan demikian diharapkan tidak akan ada lagi terjadi praktek korupsi, setidaknya dapat meminimalisir korupsi yang konon sudah menjadi budaya warga Indonesia. Semoga.

* Penulis adalah pemerhati politik, sosial dan masyarakat

0 comments:

Social Media

Facebook Twitter Instagram YouTube Google+ e-Mail

Karya Buku





Viva Blog

Komunitas Blogger

Indoblognet
BloggerCrony Community


Komunitas ISB

Blogger Reporter Indonesia

Populer Post

Blog Archive

Labels

Arsip Blog