Wednesday 2 September 2015

Ciptakan Produk Sendiri dan Buatlah Inovasi

JUM’AT, 14 Agustus 2015, saya dan beberapa rekan Blogger Reporter Indonesia (BRid) dapat kesempatan berdiskusi bareng pakar sosial media marketing dan komunitas maker movement. Awalnya saya kira hanya rekan dari BRid saja yang hadir dalam acara diskusi tersebut. Ternyata dihadiri juga oleh komunitas Robot Indonesia dan komunitas FunBlogging yang merupakan komunitas group Facebook tertutup binaan Mbak Ani Bertha, Shintaries dan Haya Alia Zaki tentu kenal dong dengan ketiga blogger kondang ini?

Diskusi dilakukan di ruang rapat kelompok kerja (Pokja) lantai dua, kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Jalan Medan Merdeka Barat No.15, Jakarta Pusat. Menuju lokasi acara tak ada kesulitan hanya hampir saja salah masuk gedung. Lucunya satpam gedung sebelah Selatan tak mengetahui di mana lokasi KPPPA saat saya tanya.

Lobi Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak (KPPPA)

Mengawali acara dibuka oleh Ibu Martha Simanjuntak, Ketua Umum Serempak.or.id dan juga Founder Indonesian Women IT Awareness (IWITA) berduet bareng Bapak Alwy Akbarie, Kabid Data dan Analisis Gender dalam Iptek. Disusul oleh narasumber pertama Bapak Adiatmo Rahardi, Founder of the largest Indonesian Robot untuk menyampaikan materinya.

Arti dari kata maker movement sendiri menurut Adiatmo Rahardi, "Berkreasi, punya kreatifitas, punya karya dari hasil buatan sendiri yang dIbuat oleh seorang yang namanya kita sebut sebagai seorang maker. Maker-nya macem-macem, bisa bikin robot, bisa bikin kerajinan tangan, bisa bikin kamera lubang jarum dan lain-lain," saat menerangkan pengertian dari maker movement.

Pengertian dari kata maker movement dalam bahasa Inggris itu sendiri memiliki arti gerakan untuk membuat. Jadi jelas, orang yang membuatnya disebut dengan maker. Gerakan atau seruan agar menjadi maker di seluruh dunia disebut dengan istilah maker movement. Di Indonesia sendiri wadah dari gerakan tempat berkumpulnya komunitas maker disebut dengan Makernesia yang rencananya akan mempunyai tempat yang disebut dengan Maker Basecamp.

Menjadi seorang maker, tidak bisa berdiri sendiri, agar bisa berkembang dan sukses maka perlu bergabung dengan komunitas maker lain. Satu di antaranya yang ada di Indonesia adalah Makernesia. Sebuah wadah tempat berkumpulnya para komunitas maker Indonesia. Tak hanya kumpulan komunitas kategori high tech saja juga komunitas kategori low tech. Komunitas kategori high tech adalah komunitas berbasis teknologi seperti komunitas drone (pesawat terbang tanpa awak), kamera lubang jarum, robot, 3D printing atau internet fiber optic. Sedangkan untuk kategori yang low tech misalnya komunitas rajut, sablon, boneka jari dan lain sebagainya.

Selain gabung dengan komunitas, juga penting melihat moment seperti pameran-pameran dan melakukan kerja sama sesuai dengan jenis produk yang dIbuat. Dengan rajin mengikuti acara pameran-pameran, perlahan tapi pasti produk yang sudah dIbuat akan dikenal luas oleh masyarakat. Pada gilirannya, jika produk sudah dikenal, masyarakatlah yang akan mencari-cari produk kita bukan sebaliknya.

“Kedisiplinan adalah faktor utama dalam keberhasilan seseorang, kita bisa mulai dengan menjadi bos buat diri kita sendiri. Menjadi entrepreneur industri kreatif yang baik diperlukan mental yang baik juga,” tegas Pak Adiatmo Rahardi.

Ketika akan memulai usaha membuat produk sendiri, setidaknya sudah merasakan langsung bagaimana proses membuat produk tersebut. Jangan sampai ketika tampil sebagai pimpinan hanya sebatas perintah pada bawahan untuk membuat produk tanpa mengerti detail proses produknya. Dalam dunia usaha bisa berbahaya, bisa saja karena dengan ketidaktahuan informasi tersebut terjadi penipuan dari bawahan kepada atasan.

Pentingnya diskusi ini adalah mengubah pola berfikir konsumen menjadi produsen. Gerakan maker movement. Di luar negeri sendiri menurut Adiatmo Rahardi kurang lebih sudah berjalan tiga tahun. Indonesia baru-baru ini, sedikit terlambat memang daripada tidak sama sekali. Bahkan kurikulum yang mengajarkan untuk menjadi seorang maker sudah diterapkan di sekolah-sekolah dasar luar negeri seperti di negara Amerika Serikat, maka tak mengherankan banyak produk keluaran yang berlabel negeri paman Sam, bukan? Bagaimana dengan kita yang tak lama lagi akan menyambut perdagangan bebas. Sudah siapkah Sumber Daya Manusianya?

Tujuan dari gerakan maker movement adalah mempersiapkan generasi muda untuk berkreasi dan bisa membuat produk sendiri. Sebenarnya kalau Indonesia punya keinginan kuat bisa membuat barang sendiri tanpa perlu membeli barang branded. Merubah pola dari konsumen menjadi produsen itu sangat sulit tapi bisa dimulai. Bisa dimulai dengan gerakan maker kids yang diterapkan pada usia dini bahkan di luar negeri kurikulum maker movement yang mengatur itu sudah ada.

Kemajuan teknologi khususnya di internet semestinya mampu mendorong dan tak menghalangi seseorang untuk menjadi seorang maker. Di internet, banyak situs yang mengajarkan itu, tak sebatas tutorial dalam bentuk teks, gambar bahkan video. Dan semestinya diajarkan sejak usia dini. Satu di antara situs tersebut yang direkomendasikan bisa membuka situs www.instructables.com Di sana diajarkan banyak hal mulai dari membuat robot dan karya kreatif lainnya lengkap dengan tutorialnya.

Seorang blogger juga bisa menjadi maker melalui blog pribadinya dengan mengajarkan bagaimana membuat produk yang dilengkapi dengan foto lengkap dengan langkah-langkahny. Bisa dimulai dari membaca sumber situs luar negeri yang kemudian diterjemahkan menjadi bahasa Indonesia ke dalam blog kita dengan hasil produk kita sendiri yang memang benar sudah dicoba dan berhasil.

Umumnya kelemahan dari seorang maker hanya bisa membuat produk tanpa menuliskan dalam bentuk kata-kata, walaupun tidak semuanya. Ini mendasar dan penting, mengapa? Karena setelah produk jadi langkah berikutnya adalah memasarkan atau marketing. Dalam hal ini blogger bisa diajak untuk saling berkolaborasi.
*****
Suasana diskusi Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak (KPPPA)

Dilanjutkan oleh narasumber kedua, kali ini yang mengisi materi atau diskusi Bapak Robert AB, dosen di Binus (Businnes School) dan Chief Knowledge Facilitator di Keifa & Co. mengangkat tema diskusi “Inovasi & Marketing.” Masih ada kaitannya dengan narasumber pertama, Bapak Adiatmo Rahardi. Semestinya memang narasumber pertama adalah Bapak Robert AB, karena beliau terlambat datang jadi Bapak Adiatmo Rahardi duluan menyampaikan materi. Bahkan sebelum para peserta lain datang, sudah standby lebih awal. Patut dicontoh memang.

Menurut Robert, inovasi itu sesuatu yang baru. Inovasi tak melulu sebuah produk. Cara atau proses bahkan teknik marketing pun dapat dikatakan sebagai inovasi jika itu baru. Etos kerja dan aktifitas kantor pun dapat dikatakan dengan inovasi. Sebagai contoh perusahaan Google Inc. yang didirikan oleh Larry Page bersama rekannya Sergey Brin, tak pernah membatasi mereka yang bekerja di Google dengan seragam atau aturan tertentu. Bahkan fasilitas yang tak dimiliki oleh kantor lain Google punya. Para pekerja dimanjakan dengan fasilitas-fasilitas yang nyaman. Ruang berolah raga, lemari pendingin, Café atau restoran di dalam kantor, game, layout kantor yang jauh dari kesan formal dan kemewahan serta fasilitas lainnya.

Bagi Google yang terpenting adalah target atau hasil kerja bukan pada batasan jam kerja atau mekanismenya. Google mementingkan ide-ide brilian tetap ada, muncul dan terjaga dengan terus membuat karyawan yang bekerja di Google senyaman mungkin.

Siapa sangka ini kantor Google jauh dari kata kantor

Tak perlu jauh-jauh melihat ke negeri seberang. Di Indonesia saja keberadaan Go-Jek atau ojek online bagian apa yang disebut dengan inovasi. Sama-sama ojek yang membedakan adalah sistem dan cara memesankannya. Ini juga inovasi yang banyak ditakutkan para ojek konvensional yang konon bakal ‘membunuh’ atau merampas rejekinya. Sehingga muncul beberapa kasus tak mengenakan pada supir Go-Jek.

Masih menurut Robert AB, mengatakan, inovasi terbagi menjadi dua. Pertama, inovasi radikal dan kedua inovasi incremental.

Inovasi radikal adalah inovasi yang dilakukan secara besar-besaran pada sisi inovasi yang dibawa olehnya. Ingat kali pertama Nokia memasarkan ponsel di Indonesia? Berapa banyak orang memuji dan terkagum-kagum saat itu dengan teknologi dan fitur di dalamnya. Pada saat itu pula teknologi bernama Pager yang merupakan alat telekomunikasi populer sebelum Nokia datang runtuh.

Namun apa yang terjadi sekarang ini dengan perusahaan Nokia asal Finlandia itu? Mereka gagal dan gulung tikar lantaran tak bisa bersaing dengan para kompetitornya. Saat itu adalah BlackBerry disusul kemudian Samsung dan Apple. Apa yang salah dengan Nokia? Hanya bertahan dan melakukan perubahan atau pembaruan kecil di setiap meluncurkan ponsel dan smartphone terbaru mereka. Padahal pasar dan investor menuntut lebih dari itu. Akhirnya masa kejayaan Nokia pun runtuh juga digantikan BlackBerry dan Samsung. Nah, model inovasi seperti ini disebut dengan inovasi incremental. Inovasi yang hanya melakukan sedikit perubahan dari inovasi besar sebelumnya.

Selanjutnya setelah membuat inovasi tolak ukur apa inovasi dapat dikatakan berhasil? Tak lain seberapa besar dampak financial yang ditimbulkan dari inovasi itu sendiri, jawabannya. Ambil contoh penjual Bakso biasa tak jauh berbeda dengan penjual Bakso pada umunya. Dampak financial atau pendapatan mereka pun pasti kurang-lebih sama. Mengapa demikian? Sama-sama tukang Bakso tidak ada inovasi di dalamnya.

Tentu lain cerita jika ada inovasi pada olahan Bakso. Anggap saja saya menjual Bakso dengan tagline atau brand “Bakso Cabe-Cabean.” Tagline atau brand yang saya usung merupakan teknik marketing. Tentu dampak financial atau pendapatan penjualan Bakso saya berbeda dengan tukang Bakso lainnya. Mengapa bisa begitu? Minimal membuat orang penasaran dilanjutkan dengan action orang pingin mencoba yang otomatis pasti membeli. Inovasi dari “Bakso Cabe-Cabean” apa? Bisa saja di dalam bakso sudah tercampur dengan bumbu uleg sambal yang mana bahan utamanya cabe-cabean. Pembeli tak perlu menambahkan sambal lagi jika makan “Bakso Cabe-Cabean” buatan saya.

Sayangnya gedung KPPPA sangat tidak kondusif menurut saya pribadi untuk dijadikan diskusi acara-acara berikutnya. Bagaimana bisa dikatakan nyaman, lah wong sedang asyik-asyiknya menyimak para narasumber di tengah-tengah diskusi atau penyampaian materi beberapa kali terdengar pengumuman pengeras suara layaknya di Bandara atau Stasiun yang terdengar di setiap gedung KPPPA. Masukan buat Mbak Ani Bertha, selaku Kordinator Kemitraan Serempak.or.id

Acara pun dilanjutkan seusai shalat Jum’at disusul dengan makan siang terlebih dahulu. Kebetulan masjid tempat menunaikan shalat Jum’at tak terlalu jauh dengan gedung KPPPA. Kira-kira berjarak ±200m depan gedung.

Selayang Pandang Portal Serempak.or.id
Selanjutnya moderator acara Ibu Martha Simanjuntak mempersilahkan mbak Ani Bertha, untuk menyampaikan apa itu portal Serempak.

Menurutnya, “Serempak itu adalah portal yang mengulas tentang perempuan dan anak.” Portal Serempak terbuka untuk masyarakat umum. Siapapun dapat mengirim artikel yang berkaitan tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ke portal tersebut. Adapun teknis pengiriman artikel silakan bisa klik di sini. Tak hanya sebatas artikel, bisa juga mengirim dalam bentuk foto kegiatan. Nantinya, akan ada team dari serempak.or.id yang akan membantu memberikan caption atau keterangan dari foto kegiatan itu sendiri sesuai dengan informasi yang diberikan.

Jika mengutip langsung dari website Serempak, memiliki arti portal interaktif yang memberikan fasilitas diskusi (media komunikasi) terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang dipandu oleh pakar-pakar di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Tampilan portal serempak.or.id

Tiba saatnya masuk sesi tanya-jawab dengan dua narasumber dimoderatori langsung oleh Mbak Ani Bertha. Secara keseluruhan jujur acara diskusi biasa saja, kaku dan menjenuhkan menurut saya pribadi. Pembicara pertama Bapak Adiatmo Rahardi tidak membuat slide presentasi dan materi. Ngobrol biasa dan duduk manis saja. Padahal, di depan tersedia layar proyektor juga koneksi internet yang cukup lancar. Seandainya bisa dimaksimalkan tentu akan mengasyikkan. Misalnya dengan menayangkan video seputar komunitas roboticnya dan cara menarik lainnya.

Narasumber kedua pun sama, mengingat Bapak Robert AB adalah dosen materi yang dibawakan cenderung menggurui. Saya bisa memaklumi itu. Slide presentasi pun banyak tulisan bukan singkatan, simbol atau point-pointnya yang ditampilkan saja semestinya. Jadi seperti buku yang diproyeksikan oleh proyektor. Apalagi materi di slide presentasi menggunakan bahasa Inggris semua. Kebayang, bukan? Untungnya pembawaan cara menyampaikan materi sedikit humoris. Terobatilah...

Tiba saatnya pengumuman para pemenang live tweet competition. Alhamdulillah, saya masuk satu di antara pemenang lainnya. Hadiahnya tempat kartu nama yang eye-catching, kebetulan lagi butuh tempat kartu nama. Jadi pas sekali momennya. Seperti biasa para peserta dan narasumber melakukan sesi foto bersama sebelum pulang ke tempat tujuan masing-masing.

Hadiah live tweet competition tempat kartu nama

0 comments:

Social Media

Facebook Twitter Instagram YouTube Google+ e-Mail

Karya Buku





Viva Blog

Komunitas Blogger

Indoblognet
BloggerCrony Community


Komunitas ISB

Blogger Reporter Indonesia

Populer Post

Blog Archive

Labels

Arsip Blog